Recent

Syeikh Abul Hasan Asy Syadzili : Tentang "Siksaan"

Siksaan itu terdiri dari empat macam : 1. Siksaan melalui adzab. 2. Siksaan melalui hijab. 3. Siksaan melalui pengekangan , dan 4. Siksaan ...

Gus Dur : Tentang tasawuf dan Wihdatul Wujud (Manunggaling kawula lan Gusti)

Di dalam sebuah buku, Alwi Shihab pernah memaparkan bahwa penyebaran Islam di Negeri ini dilakukan antara lain oleh kaum Ulama pesantren.

Dari Mujahadah ke Muraqabah, sampailah pada Musyahadah

Mujahadah : Berjihad menumpas hawa nafsu yang menghalangi jiwa untuk dekat kepada Allah Ta’ala. Muraqabah : Memperhatikan gerak-gerik hati,...

Kita sering merasa yakin, tahukah apa itu "Yakin"?

Dan diantara tanda-tanda Ulama’ Akhirat itu ialah sangat bersungguh-sungguh menguatkan keyakinan. Karena keyakinan itu adalah modal Agama....

Menjadi Manusia Yang Manusiawi

Maksud dari kalimat "Manusia yang manusiawi" adalah menjadi manusia yang baik dan benar, serta manusia yang benar dan baik.

Saturday, November 20, 2010

NAFSU


Didalam tasawuf islam hanya dikenal dua nafsu pokok, yaitu nafsu syahwat dan nafsu ghalab. yang dimaksud dengan nafsu syahwat adalah keinginan-keinginan yang menyertai hampir disetiap pikiran kita.
Syahwat itu sendiri dibagi atas dua aspek, yaitu Supi'ah (nafsu birahi), dan Mutmainnah (keinginan untuk suci). adapaun ghalab adalah keangkaraan yang terdiri dari nafsu amarah dam nafsu lawwamah.

MUTMAINNAH
Ada seorang anak yang tak henti-hentinya memecahkan batu-batuan, ketika ditanya orang tuanya apa yang sedang ia kerjakan, sang anak menjawab bahwa ia sedang mencari Tuhan.
orang tuanya pun bingung mendengar jawaban anaknya itu, mereka pun bertanya Tuhan dengan batu-batuan itu.? makan anak itupun menjawab bahwa disekolahnya ia diajari berhitung:
1 : 2 = 1/2
1 : 1 = 1
1 : 1/10 = 10
1 : 1/1000 = 1000
Lantas anak itu berkata : "Makin kecil si pembagi, makin besar hasilnya. pembagi terkecil adalah nol, apabila nol dijadikan pembagi maka hasilnya selalu tak terhingga"

Batu. pohon, gelas dan apapun itu namanya kalau dipecah-pecah akan menjadi molekul-molekul, apabila dipecah-pecah lagi akan menjadi atom-atom, dan kalau dipecah lagi...akan menjadi ether. sedangkan antara ether dari sebuah batu dengan ether dari benda yang lain sudah tak dapat di bedakan lagi. semuanya serba sama, dan itulah ESA.

Titik yang terkecil adalah Dzat yang paling kecil dari semua yang kecil, dan yang terbesar adalah Dzat yang paling besar dari semua yang besar, serta ESA. itulah Tuhan.


Sang ayahpun mulai dapat memahami mengapa guru spiritualnya berkata "Aku adalah Tuhan", meskipun hati kecil ayah itu protes "apa pantas setetes air menyebut dirinya lautan.?!!!!"

Mutmainnah adalah keinginan untuk berbuat kebaikan, keinginan untuk mendekatkan diri pada Tuhan. mengenal Tuhan melalui diri, mengenal lebih dekat dan semakin dekat. hingga semua yang ada dalam diri kita lebur dalam cahaya-Nya. didepan matahari, apa yang bisa dilakukan oleh sebongkah es.? kecuali ia akan melebur bersama Sinar matahari itu.

SUPI'AH
Nafsu ini merupakan bagian dari nafsu yang paling didambakan didunia. ia senantiasa membuat setiap orang terpesona dan menimbulkan hasrat yang tak pernah terpuaskan. semakin ia memperolehnya, semakin terus ia menginginkannya hingga orang akan mencari sepanjang hidupnya meskipun jarang memperolehnya secara utuh. nafsu ini dapat menimbulkan rasa keindahan yang begitu hebat hingga sekali bertemu akan sulit melupakannya. akan tetapi, nafsu ini juga dapat menimbulkan keadaan paling pahit dan menyakitkan hingga seseorang dapat berlaku sangat kejam pada orang lain atau mungkin pada dirinya sendiri.
Nafsu ini juga dapat menguasai pikiran manusia, hingga tak ada hal lain yang diungkapkan begitu sering melalui nyanyian, prosa, atau mungkin puisi. karena nafsu ini juga, orang dapat memperlihatkan sifat-sifatnya yang terbaik juga dapat memperlihatkan sifat-sifatnya yang terburuk dalam dirinya. singkat kata, ia adalah salah satu yang sering disalah pahami artinya oleh manusia (sekarang ini).
Siapakah dia...??? CINTA.
hati kecil kita sebenarnya merupakan petunjuk arah yang baik dalam kehidupan. kita percaya bahwa cinta itu mengandung makna yang luhur, tapi dalam kenyataannya kata "CINTA" itu sendiri sekarang telah banyak dikorupsi maknanya.

AMARAH
Kemarahan pada hakekatnya disebabkan oleh diri kita sendiri, sebagai akibat adanya keinginan yang sudah merupakan kebutuhan, keharusan dan tuntutan. kemarahan adalah bagian dari nafsu amarah. amarah adalah nafsu murka atau marah. amarah adalah nafsu yang mendorong kemauan kearah perbuatan. dan tidak hasrat atau rencana yang dapat dilaksanakan apabila manusia tidak mempunyai nafsu amarah ini. akan tetapi, apabila kehendaknya tidak mencapai apa yang dimaksud, seseorang yang ada dibawah pengaruh nafsu amarah ini tidak akan segan-segan mempergunakan kekerasan.

LAWWAMAH
Lawwamah adalah nafsu keserakahan. orang yang ada dibawah pengaruh nafsu ini biasanya tidak mengenal kebajikan, tapi mereka bengal dan malas. namun apabila nafsu ini dapat dikendalikan, daya-dayanya akan dapat dipergunakan untuk mempersatukan dan mensejahterakan dasar tujuan yang murni dari nafsu-nafsu yang lain. misalnya : dasar tujuan dari nafsu mutmainnah adalah berbuat baik dan beramal shaleh, dssar tujuan dari nafsu supiah adalah pendorong kemauan, dan dasar tujuan dari nafsu amarah adalah sebagai penggiat perbuatan. maka semua kebaikan, kemauan dan perbuatan kita itu dapat diperhebat apabila kita dapat mengekang nafsu lawwamah ini.

Saturday, October 9, 2010

Ringan bisa jadi berat, berat bisa jadi ringan


Wahai saudaraku, hati manusia cenderung memiliki sifat baik kepada orang yang berbuat baik padanya dan memiliki sifat benci pada orang yang berbuat buruk padanya. andai kita bisa berbuat baik pada siapa saja, entah itu pada orang yang baik dan terlebih lagi pada orang yang berbuat jahat pada kita, Insya Allah, kita akan menjadi manusia yang terkuat. Bismillahi Ar Rahman Ar Rahiim, semoga catatan pendek ini bisa membantu kita semua untuk lebih dekat lagi kepada Allah SWT, amin.

Diantara amal-amal yang masih sering terasa berat kita lakukan itu adalah:

1. Memberi maaf ketika sedang marah.
Perlu kita ketahui bahwa menahan amarah saja kita terkadang sudah kesulitan, apalagi memberikan maaf ketika kita sudah dalam keadaan marah. Satu hal yang seharusnya kita tanamkan dalam hati kita tentang amarah adalah bahwa Allah SWT Maha Mengampuni pada setiap hamba-Nya, lantas bagaimana bisa kita tidak memberikan maaf pada orang lain? Siapa lah kita.

2. Bermurah hati (mau membantu dan menolong orang lain) ketika dalam keadaan melarat (hidup dalam keadaan yang susah).
Semua yang ada pada diri kita, entah itu material maupun spiritual, semuanya Allah SWT lah yang memberikan (lebih tepatnya dititipkan pada kita). Andai kita berkata “harta ini milikku, dan juga atas usahaku sendiri”, sungguh itu adalah kata-kata yang sama sekali tak pantas kita katakan. Sekuat apapun kita berusaha mendapatkan sesuatu yang kita inginkan namun jika Allah SWT tak berkenan memberikan, apa yang kita inginkan itupun juga tak akan pernah tercapai.
Cobalah rasakan indanya saling berbagi. Allah SWT lah yang Maha Kaya, DIA akan menggantinya. Bahkan bisa jadi lebih banyak dari pada harta yang kita sedekahkan pada orang lain.

3. Mencegah diri dari dari perbuatan yang diharamkan (dosa) ketika sendirian.
Kebanyakan dari kita cenderung memiliki sifat malu pada orang lain tapi mengesampingkan sifat malunya pada Allah SWT yang Maha Melihat. padahal Dia Maha Mengetahui akan diri kita. bila kita tak bisa melihat Allah SWT, maka sesungguhnya Allah SWT tahu akan isi hati dan apa yang kita lakukan.

4. Berkata jujur pada orang yang ditakutinya atau orang yang mengharapkannya.
Ketika kita berbuat salah (berbuat dosa), masih banyak diantara kita (termasuk penulis sendiri) yang masih takut mengatakan kesalahan yang telah kita lakukan. mungkin diantara kita sering juga mendengar istilah berbohong demi kebaikan itu tidak apa-apa. namun jika kita menyalah gunakan istilah itu maka sudah tidak lagi menjadi suatu kebaikan, tapi perbuatan dosa.

5. Menjaga mulut (diam)
ketahuilah bahwa menjaga mulut itu lebih berat dari menjaga rahasia. kenapa bisa begitu.? cobalah...

Wednesday, May 12, 2010

"Kesederhanaan Uwais Al Qarni", (Seri : Kisah Para Sufi)

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi

JALUR KETURUNAN UWAIS AL QARNI
Uwais Al Qarni adalah seorang sufi yang lahir disebuah desa terpencil bernama Qaran di dekat Nejed, anak dari Amir, sehingga dia mempunyai nama lengkap Uwais bin Amir Al Qairani, karena beliau lahir dilahirkan di desa yang bernama Qaran, sehingga beliau lebih di kenal dengan sebutan Uwais Al Qarni. Dan para ahli sejarah tidak menceritakan tanggal dan tahun berapa beliau dilahirkan.

Dikalangan para sufi beliau dikenal sebagai seorang yang ta'at dan berbakti kepada kedua orang tua, dan kehiduapannya yang amat sederhana dan zuhud yang sejati, beliau juga dikenal sebagai orang sufi yang mempunyai ilmu kesucian diri yang amat luar biasa yang dilimpahkan Allah SWT kepadanya.

KEHIDUPAN UWAIS AL QARNI
Sejak kecil Uwais hidup dalam kehidupan keluarga yang ta'at beribadah, dan sejak kecil beliau tidak pernah mengenyam pendidikan dilembaga-lembaga pendidikan maupun pesantren, sejak kecil beliau hanya mengenyam dan memperoleh pendidikan dari orang tuanya sendiri.

Sebagai anak yang ta'at dan patuh kepada orang tua, Uwais giat bekerja sebagai penggembala untuk membantu orang tuanya. Karena sejak kecil beliau selalu bergaul dengan para penggembala dan waktu luangnya hanya dihabiskan untuk menggembala hewan-hewan milik tuannya, sehingga dirinya tidak banyak dikenal orang lain, kecuali para penggembala dan orang-orang yang ada disekitarnya.

KEISTIMEWAAN UWAIS AL QARNI
► Walaupun beliau tidak pernah bertemu dengan Rasulullah SAW, tetapi rohaninya selalu berhubungan.

► Pada hari kiamat nanti, dimana semua manusia akan dibangkitkan kembali, Uwais Al Qarni akan memberikan syafa'at kepada sejumlah manusia sebanyak domba yang dimiliki Rabi'ah dan Mundhar, demikian yang disabdakan Rasulullah SAW kepada Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab.

► Beliau adalah seorang sufi yang amat sederhana, takut dan ta'at pada Allah SWT, ta'at pada Rasulullah SAW dan kedua orang tuanya. Pada waktu siang hari beliau selalu giat bekerja, tetapi walaupun beliau pada siang hari giat bekerja, mulutnya selalu membaca istighfar dan membaca ayat-ayat Al Quran.

► Setiap hari beiau selalu dalam keadaan lapar dan hanya memiliki pakaian yang melekat pada tubuhnya. Ini menunjukkan bahwa beliau hidup sangat sederhana sekali. Daan dalam kesederhanaan itu beliau selalu berdo'a kepada Allah SWT, "Ya Allah, janganlah ENGKAU siksa aku karena ada yang mati kelaparan dan jangan pula ENGKAU siksa aku karena ada yang kedinginan".

► Beliau selalu bersam Tuhan dan orang-orang yang lemah. Beliau dapat merasakan penderitaan yang dialami oleh orang-orang yang lemah dan membuat dirinya seperti mereka sebagaimana yang pernah diamalkan Rasulullah SAW.

Banyaknya keistimewaan yang dimiliki oleh seorang Uwais Al Qarni, hingga membuat Rasulullah SAW memerintahkan kepada Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib untuk menemui Uwais sambil menyampaikan salam dari Rasulullah SAW.

Ketika Umar dan Ali berhasil menemui Uwais, terjadilah percakapan sebagaimana yang telah dituturkan oleh Abu Na'im Al Asfahani,
Umar ► "apa yang anda kerjakan disini.?"
Uwais ► "Disini saya bekerja sebagai penggembala"
Umar ► "Siapa sebenarnya anda ini.?"
Uwais ► "Saya adalah hamba Allah SWT
Umar ► "Semuanya sudah tahu, kita semua adalah hamba Allah SWT, izinkanlah kami mengetahui dan mengenal anda lebih dekat"
Uwais ► "Silahkan"

Umar dan Ali ► "Setelah kami perhatikan, kami mempunyai kesimpulan bahwa anda inilah orang yang pernah diceritakan Rasulullah SAW kepada kami, oleh karena itu berilah kami pelajaran dan do'akan kami agar memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat".
Uwais ► "Saya tidak mendo'akan seseorang secara khusus. Setiap hari kami elalu mendo'akan kepada seluruh umat Islam. Siapa sebenarnya anda berdua ini.?".
Ali ► "Beliau adalah Umar bin Khattab Amirul Mukminin dan saya adalah Ali bin Abi Thalib, kami berdua diutus Rasulullah SAW menemui anda dan menyampaikan salam dari Rasulullah SAW.
Uwais ► "Assalaamu 'alaikum wahai Amirul Mukminin dan wahai Ali bin Abi Thalib, semoga Allah SWT selalu memberi kebaikan kepada tuan berdua atas jasa-jasa tuan kepada umat Islam".
Umar ► "Berilah kami pelajaran yang bermanfaat wahai hamba Allah".
Uwais ► "Carilah Rahmat Allah SWT dengan ta'at dan mengikuti dengan penuh pengharapan dan takutlah tuan kepada Allah SWT."
Umar ► "Terima kasih atas pelajaran yang anda berikan pada kami yang sangat berharga ini. Dan kami telah menyediakan kepada anda seperangkat pakaian dan uang untuk tuan. Kami mengharapkan agar anda menerimanya."
Uwais ► "Terima kasih wahai Amirul Mukminin, kami tidak menolak dan juga tidak membutuhkan apa yang tuan awa. Upah yang saya terima 4 dirham itu sangat berlebihan, sehingga sisanya saya berikan kepada ibuku. Sehari-hari saya hanya memakan buah korma dan minum air putih dan sayaini belum pernah memakan makanan yang dimasak. Kurasakan hidupku ini seolah-olah tidak sampai pada petang hari dan kalau tiba petang hari saya tidak merasa sampai pada pagi hari. Hati saya selalu mengingat Allah SWT dan sangat kecewa kalau tidak sampai mengingat-Nya.

Ada beberapa pokok pelajaran dari seorang Uwais al Qarni agar manusia memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
"Seseorang akn memperoleh ketenangan dan ketenteraman jika hatinya selalu berdzikir kepada allah SWT dan tidak pernah terputus."
"Dan bahwa Hati itu hanyalah untuk Allah SWT, bukan untuk yang lainnya. Oleh karena itu kuasailah nafsu dan tundukkanlah secara penuh."

WAFATNYA UWAIS AL QARNI
Walaupun Uwais setiap hari selalu menyendiri dan tidak pernah berkumpul dengan orang lain, namun pada saat-saat tertentu seperti ketika ada panggilan jihad untuk membela dan mempertahankan agama Allah SWT, maka beliau ikut terpanggil bersama orang Islam lainnya untuk berperang membela kebenaran.

Ketika terjadi perang shiffin antara golongan Ali melawan golongan Muawiyah, Uwais berada pada golongannya Ali bin Abi Thalib. Ketika orang-orang Islam membebaskan daerah romawi, beliau ikut barisan tentara Islam, dan ketika kembali ditengah perjalanan beliau terserang penyakit dan meninggal pada tahun 39 H.

Monday, May 10, 2010

"Cinta Abadi Rabi'ah Al 'Adawiyah" (Seri : Kisah Para Sufi)

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiiimi

JALUR KETURUNAN RABI'AH
Rabi'ah adalah seorang sufi yang mempunyai nama lengkap Rabi'ah binti Ismail Adawiyah, beliau dilahirkan di kota Basrah pada tahun 95 H. Oleh ayahnya beliau diberi nama Rabi'ah karena beliau adalah putri ke empat dari 3 putri lainnya.

KEHIDUPAN RABI'AH
Rabi'ah adalah seorang sufi yang hidup dalam lingkungan keluarga yang miskin, bahkan ketika beliau lahir tidak ada satu lampu pun yang dapat digunakan untuk menerangi ketika beliau lahir.

Karena kehidupan yang miskin itulah, sehingga memaksa Rabi'ah untuk hidup sebagai hamba sahaya dengan berbagai macam penderitaan yang dialami silih berganti. Disamping sebagai hamba sahaya, beliau mempunyai kepandaian memainkan alat musik, kepandaian inilah yang di manfaatkan majikannya untuk memberi hiburan kepada majikannya yang rakus dengan harta dunia.

Dalam kehidupan sebagai hamba sahaya yang selalu dikekang dan diperas oleh majikannya, membuat Rabi'ah selalu berdo'a kepada Allah SWT untuk meminta petunjuk kepada Allah SWT. Dengan penderitaan yang dialami ini, Rabi'ah tidak menyia-nyiakan waktu luangnya untuk berdo'a baik itu pagi, siang dan malam hari.

Disamping beliau selalu memanjatkan do'a, setiap hari amalan ibadah yang dilakukan Rabi'ah semakin meningkat seperti dengan memperbanyak taubat, dzikir, puasa serta menjalankan shalat siang dan malam. Bahkan ketika beliau melaksanakan shalat sampai meneteskan air mata karena merasa rindu kepada Allah SWT.

KEISTIMEWAAN RABI'AH
Sebagai seorang sufi ada beberapa keistimewaan yang dimiliki Rabi'ah, diantaranya adalah:
Pada saat beliau memanjatkan do'a kepada Allah SWT, beliau sering mendapat bisikan "Jangan engkau bersedih, karena kelak dikemudian hari orang-orang yang dekat denganKu (Allah SWT) akan cemburu melihat kedudukanmu"

Rabi'ah dapat meluluhkan hati majikannya yang keras dan kejam setelah mendengar do'a yang dipanjatkan oleh Rabi'ah pada suatu malam. Setelah mendengar do'a Rabi'ah itu, pagi harinya Rabi'ah dibebaskan oleh majikannya dan beliau kembali ke desa asal tempat kelahirannya.

Sebagai seorang sufi, Rabi'ah sangat cinta kepada Allah SWT hingga orang-orang datang ke rumahnya untuk meminta saran, pelajaran atau sekedar berkah dari padanya, bahkan hanya untuk sekedar bersilaturrahmi. Banyak pula para tokoh-tokoh sufi yang bersilaturrahmi kepada Rabi'ah diantaranya Malik Bin Dinar, Sofyan Tsauri dan tokoh-tokoh yang lain.

Pada suatu malam Rabi'ah pernah di datangi pencuri, ketika pencuri itu tiba di rumah Rabi'ah, di temuinya Rabi'ah sedang berdo'a, dan pencuri itu (entah kenapa) rela menunggu Rabi'ah sampai selesai berdo'a. Setelah selesai berdo'a, Rabi'ah menemui pencuri itu dan mengajak untuk memanjatkan do'a bersama-sama dan pencuri itu menerima ajakan Rabi'ah dan setelah selesai memanjatkan do'a, pencuri itu pulang dan pada pagi harinya pencuri itu ikut sebagai jama'ah pengajian Rabi'ah.

POKOK PIKIRAN RABI'AH
Ada beberapa pokok pikiran pada diri Rabi'ah, diantaranya adalah:
Hidup atas dasar Zuhud, dan mengisinya dengan selalu beribadah kepada Allah SWT yang akan menjadi tumpuan cintanya kepada Allah SWT, sebagaimana yang beliau katakan,
"Aku tinggalkan cintanya Laila dan Su'da mengasing diri
Dan kembali bersama rumahku yang pertama.
Dengan berbagai kerinduan mengimbauku,
Tempat-tempat kerinduan cinta abadi".


Cinta Rabi'ah adalah cinta abadi kepada Tuhan yang melebihi segala yang ada, cinta abadi yang tidak takut pada apapun walau pada neraka sekalipun. pernyataan beliau yang terkenal ialah,
"Kujadikan Engkau teman percakapan hatiku,
Tubuh kasarku biar bercakap dengan insani.
Jasadku biar biar bercengkrama dengan tulangku,
Isi hati hanyalah tetap pada-Mu jua..."


Ibadah yang ditegakkan siang dan malam, semata-mata karena cinta abadi itu. Sebagaimana pernyataannya,
"Sekiranya aku beribadah kepada Engkau Karena takut akan siksa neraka,
Biarkanlah neraka itu bersamaku.
Dan jika aku beribadah karena mengharap surga,
Maka jauhkanlah surga itu dariku.
Tetapi bila aku beribadah karena cinta semata,
Maka limpahkan lah keindahan-Mu selalu..."


Maqam tertinggi tentang ajaran tasawuf yang dikembangkan oleh para tokoh sufi adalah,
"Kucintai Engkau lantaran aku memang cinta,
Dan lantaran Engkau yang memang patut untuk dicintai.
Cintaku lah yang membuat rindu pada-Mu,
Demi cinta suci ini, bukalah...
Tabir penutup tatapan sembahku.
janganlah Kau puji aku lantaran ini,
Bagi-Mu lah segala puja dan puji..."


WAFATNYA RABI'AH
Rabi'ah Al 'Adawiyah wafat pada tahun 185 H, di kota kelahirannya yaitu Basrah.

Tuesday, March 23, 2010

HIKMAH SERAUT WAJAH

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi

Jika kalian adalah ‘seorang direktur’ yang punya gedung tinggi menjulang ke langit, jangan remehkan WAJAH “para kuli bangunan”, tanpa PERANTARA mereka…gedung kalian tak akan pernah berdiri.

Jika kalian adalah ‘seorang model’ berambut aduhai..jangan remehkan WAJAH “para tukang potong rambut”, tanpa PERANTARA mereka…kalian tak kan punya rambut sebagus itu (sebelum ada salon, tukang potong rambut lesehan adalah perintis model rambut).

Jika kalian adalah ‘seorang majikan’ berlantai kaca nan berkilau..jangan remehkan WAJAH “para pembantu”, tanpa PERANTARA mereka..rumah kalian tak jauh beda dengan gudang.

Jika kalian adalah ‘seorang presiden, gubernur ataupun bupati’..jangan remehkan WAJAH “para pasukan kuning” (tukang bersih-bersih kota), tanpa PERANTARA mereka…kota kalian akan seperti kota yang mati tanpa penghuni…

(Siapapun) kalian yang hanya bertanda 1 petik di kanan kiri kalian, jangan remehkan WAJAH mereka yang bertanda 2 petik di kanan kiri mereka...

Kalian yang bertanda 1 petik di kanan kiri kalian, tak kan bisa mendapatkan satupun hasil petikan jerih payah kalian selama ini TANPA petikan-petikan keringat dari mereka yang bertanda 2 petik di kanan kiri mereka.

1 petik bisa bertambah menjadi 2 petik, pun begitu sebaliknya…SEMUA INI HANYALAH SEKEDAR GAMBARAN, karena sesungguhnya petikan-petikan hikmah itulah yang akan mengangkat derajat kalian dan mereka (yang mengetahuinya), semoga kita digolongkan dalam hamba2-Nya yang selalu bersyukur...amin

Inti dari gambaran itu…JANGAN LUPA DIRI saat gembira (sebagian syair lagu too phat), semua itu pemberian Allah SWT dan diberikan pada kalian lewat PERANTARA mereka yang bertanda 2 petik di kanan kiri mereka.

Catatan ini terinspirasi dari “para kuli bangunan” yang sedang melakukan pengembangan untuk membangun rumah sakit. Canda tawa mereka adalah pendingin untuk menghilangkan keringat mereka. Sedangkan kami yang ada didalam ruangan, cukup sekali pencet tombol AC..dinginlah ruangan kami. Padahal tanpa PERANTARA mereka, ruangan ini tak akan ada.

Friday, March 19, 2010

TINGKAT MANUSIA

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi
Semoga catatan ini bisa bermanfaat bagi para pembaca dan semoga Allah SWT selalu memberikan hidayah-Nya pada kita semua, amin.

Kecerdasan dan kesanggupan akal seseorang itu tidaklah sama. senantiasa ada orang awam, yaitu seorang yang biasa. dan ada pula orang khawas, yang berfikir lebih cerdas. Imam Ghazali menasehatkan, orang awam yang belum sanggup berfikir cerdas, teratur dan meluaskan ilmu pengetahuannya, tak perlu memasuki sesuatu secara begitu dalam. karena hal itu akan menimbulkan keraguan dalam hatinya sendiri. sedangkan ilmu yang canggung lebih banyak merusak daripada memperbaiki. bagi orang awam, cukuplah ia berpegang dengan Nash Quran dan sunnah. tak usah banyak tanya, terelebih ikut campur menta'wilkan ayat dan hadits yang dalam fahamnya. karena itu akan merusak pendirian orang itu sendiri. ta'wil orang awam adalah ibarat orang yang tak pandai berenang mencoba merenangi lautan.

Ada lagi sebagian orang, yang ilmunya baru setengah perjalanan, baru mendapatkan perkakas, tetapi bukan alat dan hasilnya sendiri, melainkan hanya diambil dari orang lain. belum ada kesanggupan membandingkan sesuatu.

Ada lagi orang yang mencapai tingkat lebih tinggi. orang itu tidak lagi semata-mata berpegang pada kulit lahir dari Nash. tetapi meningkat pada sesuatu yang lebih tinggi dari itu, yaitu ilmu yang lebih banyak dirasakannya dari pada dikatakan (didapat / diterima dari orang lain). itulah anugerah istimewa dari Allah SWT. dia dapat menyaksikan yang Haqq dengan Nur Cahaya keyakinan.

Maka terbagilah derajat keimanan dan keyakinan manusia itu dalam tiga tingkat, antara lain :
1. Iman orang awam
Orang awam itu mempercayai kabar berita yang dibawa oleh orang yang dipercayainya.

2. Iman orang Alim
Dia mendapat kepercayaan dari jalan membanding, meneliti dan memeriksa dengansegenap kekuatan akal dan manthiknya (intelektualitas).

3. Iman orang 'Arifin
Dia beriman dan tumbuh keyakinan setelah menyaksikan sendiri akan kebenaran itu dengan tidak ada dinding lagi.

Pengibaratan dari ketiganya adalah sebagai berikut :
Ada seseorang didalam rumah...
Orang awam mendengar kabar itu dari orang yang tahu bahwa si fulan ada dalam rumah itu, lantas percayalah ia (orang awam itu).
Orang Alim menyaksikan tanda-tanda (misalkan baju yang ada didepan rumah, atau adanya suara dari dalam rumah itu), maka dapatlah ia menyimpulkan fikiran dan percaya bahwa si fulan memang ada didalam rumah.
Sedangkan orang 'Arifin telah masuk sendiri ke dalam rumah itu, dan bertemu dengan si fulan dalam rumah itu.

Orang 'Arifin yang telah mencapai martabat ini, itulah ke-Cintaan Tuhan yang bertemu dengan inti sari ilmu. orang-orang Alim (pada tingkat kedua) belumlah sampai pada tingkat ini. untuk mencapai tingkat ini, mulailah ia menaklukkan akal kepada jalan kecintaan. menghadap semata-mata kepada Allah SWT dengan membesarkan Himmah (cita-cita dan kemauan). menaklukkan diri, nafsu dan keinginan kedalam suatu latihan batin dan perjuangan (mujahadah). dengan kesetiaan yang sedemikian rupa, sedikit demi sedikit akan terbukalah hijab yang menutupi antara aku dengan ENGKAU, sehingga dapatlah menyaksikan sendiri dengan penglihatan hati, bukan dengan penglihatan mata.

Kesungguhuan, ketaatan dan kesetiaan menjaga segala syarat rukunnya, menghentikan segala larangan dan pantangannya, membuat jiwa sendiri suci bersih sehingga menimbulkan cahaya diri dengan Cahaya Hidayah petunjuk Tuhan. orang seperti inilah yang akan mencapai derajat Wali. derajat Wali-ul-Lah adalah dibawah derajat Nabi, Nabi mendapat "Wahyu dengan teratur" sedangkan Wali mendapatkan "Ilham". ada bebrapa macam cara datangnya, ada dengan perantara mimpi, ada juga dengan perantaraan tafakkur. dan sesungguhnya sumber dari semua itu ialah sama-sama dari Allah SWT.

Friday, March 12, 2010

Dari Filsafat Cinta, timbullah Tasawuf


Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi

Benarkah cinta itu mengharapkan upah? Padahal cinta itu sendiri sudahlah upah bagi para pecinta.
Perasaan iman manusia itu bertingkat, maka bertingkat pula cara Tuhan memberikan tuntunan. Ada orang yang diberi ancaman dengan neraka, maka timbullah khauf. Ada orang yang diberi harapan dengan syurga, maka timbullah raja’a. Tetapi orang yang telah berpengalaman lebih tinggi, maka terpadulah raja’a dengan khaufnya kepada satu hal, yaitu CINTA.

Disinilah kita akan tahu sebuah pelajaran dari seorang Rabi’atul ‘Adawiyah (seorang Zahid perempuan yang telah menaikkan tingkat zuhud).

Cinta sejati tidak lagi mengenal berbagai hal. Kalau dalam hati kita masih ada rasa aku adalah aku, dan engkau adalah engkau, maka itu belumlah sampai pada inti cinta.
Kadang-kadang kita tak tahu apa yang harus kita bicarakan lagi, bahkan bisa jadi mulutpun “ngelantur”. Bahkan saking cintanya bisa jadi akan muncul kata-kata bahwa “Engkau adalah aku”. Kadang-kadang juga kemanapun kita menoleh, hanya Sang Kekasih itulah yang terlihat. Ke matahari terbit, ke bulan purnama kita melihat...hanya Sang Kekasih itulah yang tampak. Ke angin sepoi-sepoi sekalipun, Hangat hembusan Sang Kekasih itulah yang terasa. Bahkan juga jika rasa cinta itu telah memuncak, merasa ingin mati saja dalam cinta.

“Kalaupun engkau ingin hidup berbahagia, matilah dengan dan karena Sang Kekasih (dalam keadaan syahid)
Dan jika tidak begitu, rindu adalah ahlinya untuk menggantikan itu”
.


Pada suatu hari, timbul Tanya jawab diantara burung satu dengan burung yang lain tentang keindahan dan kemesraan bila berjumpa dengan Nur dan Narr, Cahaya dan Api.
Masing-masing bercerita tentang pengalaman mereka. Seekor burung yang lebih tua menyuruh anak-anaknya merasakan kemesraan cahaya itu. Ada salah satu diantara anak-anak burung itu, dirasakannya cahaya itu dan dirasakannya pula panas itu, lalu ia pulang. Seekor lagi mendekat ke cahaya itu, dan tersentuh pula panas itu, hamper saja sayapnya terbakar. Ia pun pulang membawa bukti sayapnya yang nyaris terbakar itu. Kemudian maju satu ekor lagi ke muka, terbang menuju cahaya dan terbang menuju api lantas menghilang. Burung tua itupun berkata : “Ia yang hilang kedalam cahaya dan kedalam api, maka dialah yang sampai”.

Cinta akan melarutkan jiwa kita dalam cahaya yang tiada dua hangatnya, tak satu pun di hati kita yang lebih tinggi dari pada Sang Kekasih. Keindahan dan kemesraan bersama-Nya akan mengalirkan anggur cinta yang tiada dua rasanya. Menari dengan senandung cinta yang tiada dua merdunya. Terbang dengan sayap cinta yang tiada dua kuat kepakan sayapnya.

Thursday, February 25, 2010

Tasawuf di Negeri Persia

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi.

Persia telah banyak memunculkan Ulama-ulama besar seperti Al Ghazali, filosof seperti Ibnu Sina, dan ahli bahasa Arab yang sangat berjasa dalam perkembangan bahasa itu seperti Sibawaihi. dan dalam perkembangan tasawuf, Persia juga telah banyak memunculkan ahli-ahli tasawuf yang salah satu diantara mereka adalah penyair terkenal yaitu Jalaludin Rumi.

ABU SA'ID
Beliau merupakan shufi besar, penyair dan perenugn yang jarang sekali tandingannya. beliau adalah orang yang terkenal dalam dunia tasawuf di negeri Persia. beliau sejaman dengan pujangga Al-Firdausi dan filosof Ibnu Sina dan pernah saling bertukar pikiran dengan beliau. tasawufnya yang terkenal yaitu "Rabayat". salah satu syairnya adalah sebagai berikut :
"Wahai Dzat yang kepada Engkaulah aku memohon,
Jiwaku ada dalam genggaman-Mu
Aku menghadap hanya kepada engkau semata.
Untuk kubanggakan dihadapan majlis-Mu,
Sebab semua akan datang pada-Mu dengan penuh pengharapan
Kepada Engkaulah aku menyerahkan nasibku".

AL-ANSHARI
Setalah it lahirlah di Huraat Syekh Abdullah Al-Anshari 396 - 481 Hijriyah (1066 - 1088 Miladiyah). banyak karangan beliau tentang tasawuf "thabaqat" (kisah kehidupan ahli-ahli tasawuf). keistimewaan beliau ialah melukiskan do'a-do'a yang dari segi kesusasteraan dapat dipandang sebagai Prosa tertinggi. diantaranya :
"Ilahi...
Di hadapanku penuhlah ranjau dan bahaya,
Jalan surutku telah gelap semata
Bimbinglah tanganku Ya Tuhan!
Tak ada harapanku, hanyalah Kurnia dan Taufik-Mu jua.
Ilahi...
Selendang-Mu menyelubungi kepala kami
Rahasia-Mu menyelimuti hati kami
Syi'ar-mu memenuhi lidah kami
Kalau aku memohon, yang kumohon hanyalah Ridha-Mu
Kalau aku berkata, yang kuulang-ulang hanyalah pujian atas-Mu".


SINAI
Setelah itu lahirlah Majduddin Sinai Al-Ghaznawy (meninggal pada tahun 545 H (1151 M). tasawufnya banyak ditulis berupa susunan syair "Masnawi" di dalam bukunya yang bernama Hadiqztul Hadaiq" (Taman Kebenaran). sebagian dari perkataan beliau tentang hakikat tasawuf ialah :
"Aku cabut kembali segala perkataan yang telah dan pernah kukatakan. sebab sudahlah nyata olehku bahwa segala perkataan tidaklah cukup untuk menyatakan apa yang terasa, dan yang terasa tidaklah cukup dikeluarkan oleh perkataan" (Lafadz tidaklah mencukupi makna, dan makna tidak mencukupi lafadz).
Itulah puncak rasa yang meliputi hati seorang shufi.

AL-'ATHAR
Ketiga ahli tasawuf tersebut telah melapangkan jalan bagi kedatangan seorang shufi yang sangat mendalam, penyair kecintaan kepada Tuhan dan pengarang yang kaya akan imajinasi. itulah Fariduddin Al-'Aththaar, orang Naisabur yang meninggal pada permulaan abad ke Tujuh Hijiriyah. beliau digelari "Sauthus salikin" (Cemeti orang-orang yang mengerjakan suluk). tidak kurang dari 40 buah rangkaian syair karangan beliau, terdiri dari beribu bait, ada yang pendek dan ada pula yang panjang-panjang. diantaranya adalah "kitab Nasehat" (Bandinamah), dan sebuah kitab yang mendalam bernama "Percakapan Margasatwa" (Manthik Uth-Thair). buku percakapan margasatwa itulah yang telah mencapai Sang Khalik.
Tersebut dalam buku itu, yang mula-mula sekali ialah pujian terhadap Tuhan, dan salawat kepada Nabi Muhammad SAW.., dan sahabat-sahabat beliau, yang ke semuanya itu memakan tidak kurang dari 600 bait. setelah itu barulah beliau mengkisahkan percakapan burung-burung di rimba, terdiri dari 40 maqalat dan penutup.

JALALUDIN RUMI
Maulana Jalaludin Rumi Muhammad bin Muhammad bin husin Al-Khatbi Al-Bakri. di lahirkan di Balch (Persia) pada tahun 604 H (1217 M). dan meninggal pada tahun 672 H (1273 M). di dalam usia empat tahun beliau dibawa ayahnya ke Asia Kecil yang pada waktu itu lebih di masyhurkan sebagai negeri Rum. itulah sebabnya belia memakai nama Rumi.
Disanalah beliau melukiskan segenap pendirian tasawufnya yang berdasarkan atas Wihdatul Wujud itu. sebagian dari karya-karya beliau ialah sebagai berikut :
"Karamlah aku didalam rindu
Mencari Dia, mendekati Dia.
Dan telah tenggelam pula nenekku dulu,
Dan yang kemudian mengikut pula.

Kalau kukatakan bibirnya
Bagai bibir pantai lautan
Yang luas tak tentu tepinya
Dan jika kukatakan LAA, cucuku ialah ILAA

Aku tertarik bulan oleh huruf
Dan oleh suara pun bukan,
Makin jauh dibelakang dari yang didengar,
Dan difaham

Apa huruf, apa suara, apa guna kau fikirkan itu
Itu hanya duri, yang menyangkut kakimu
Di pintu gerbang taman indah itu
Ku hapuskan kata, huruf dan suara
Dan kakiku langsung menuju ENGKAU".

Merekalah para Ulama besar dalam dunia tasawuf (termasuk Al-Ghazali) di negeri Persia . mungkin masih banyak lagi yang penulis belum ketahui, tapi bisa dikatakan merekalah Ulama-nya para penempuh jalan tasawuf (Alam ruhaniah/hati) di Negeri itu (Persia).

Friday, February 19, 2010

Menuju Kebahagiaan Tertinggi

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi.


Rasa ingin selalu tahu hal yang baru adalah hal yang fitri manusia. Karena ia datang ke dunia ini dengan serba tidak tahu (Laa ta’lamuuna syai-an). Apabila ia dapat mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak ia ketahui, terasalah kepuasan dan kesenangan hati. Sedangkan tingkat kesenangan itu sendiri terbagi menjadi dua tingkat, pertama adalah lazaat, yaitu kepuasaan. Kedua adalah sa’adah, yaitu kebahagiaan.

Semakin banyak yang dapat diketahui, semakin tinggi pula tingkat kepuasan dan semakin mendalam pula kebahagiaannya. Itulah sebabnya orang yang lebih luas ilmu pengetahuannya, lebih merasa berbahagia hatinya.

Lantas dimanakah puncak tertinggi dari kepuasan dan kebahagiaan? Puncaknya yang tertinggi adalah “Ma’rifatullah”, mengenal Allah SWT.

Rasa puas karena mengetahui sesuatu ialah menurut thabi’at kejadian sesuatu itu. Kepuasaan mata ialah karena melihat rupa (sesuatu yang tampak) indah. Kelezatan telinga ialah karena mendengar suara yang merdu. Maka segala indera dalam tubuh, mendapatkan kepuasan karena tercapai pengetahuan itu menurut imbangannya masing-masing.

Nyata indera ialah dari nyalanya jiwa. Sedagkan pusat indera yang sebenarnya ialah hati. Apabila mata melihat yang indah, dan telinga mendengar suara yang merdu, dengan sendirinya timbullah keinginan hati untuk megetahui dari mana asal datangnya, dan siapakah gerangan penciptanya. Maka mengetahui sumber tempat datangnya segala keindahan itu hanyalah semata-mata tugas hati dan (bisa jadi) hanya hati yang bisa menyelaminya.

Maka tidak dapat kita pungkiri lagi bahwasannya puncak dan puncaknya segala keindahan, kepuasan, dan kebahagiaan ialah mengetahui pokok pangkal segala kejadian, pokok pangkal segala keindahan, itulah Allah SWT. Tidak ada yang lain lagi diatas-Nya.

Misalkan, seseorang yang merasa berbahagia bisa berkenalan dengan seorang perdana menteri, tentu kebahagiaan itu akan semakin betambah jika bisa berkenlan dengan seorang raja, dan kebahagiaan itu kan semakin bertambah pula jika bisa berkenalan dengan Rajanya para raja.

Itulah bahagia yang tidak ada kebahagiaan lagi diatasnya. Itulah ujung dari segala kepuasan. Karena tidak yang maujud yang lebih mulia dari itu. Bahkan segala kemuliaan yang maujud, adalah karena kemuliaan-Nya. Ada, karena dikehendaki-Nya. Mari kita timbang baik-baik. Kelezatan, kepuasan dan kebahagiaan yang bagaimana yang didapat dengan indera lahir? Bukankah semua pandangan mata, pendengeran telinga dan indera lahir itu hanya hidup karena masih adanya pertalian diantara tubuh dengan nyawa? Apabila pelita nyawa telah padam, masih dapatkah mata melihat dan telinga mendengar? Bahkan, sakit badan saja pun telah merubah rasa indah pada penglihatan mata dan pendengaran telinga.
“Kadang ingkarlah mata akan cahaya matahari lantaran trakhom. Dan kadang ingkarlah mulut akan sejuknya air, lantaran sakit.”

Keindahan Tuhan hanya dapat dirasai oleh hati. Dan hati tidaklah mati karena kematian tubuh. Bahkan dengan mati itulah dia bertambah kuat. Karena hidup itu pada hakikatnya adalh kegelapan, dan maut itulah terang. Tetapi meskipun hidup itu gelap, dengan mujahadah, dengan perjuangan, dapatlah kita menyeruak kegelapan itu.

"Biarpun gelap alan di sekeliling,
Cahaya bersinar di jiwa kita
Asalkan wajah tidak berpaling,
Menuju hakikat pada Khalik “Sang Pencipta”.


Tidak saja di waktu mati atau tidur saja hati itu terbuka, namun ia (hati) itu tetap terbuka saat bangun, saat sadar, asal ada latihan. Sedangkan latihan itu sendiri ialah menahan nafsu, menahan ghadah (marah), dan segala budi pekerti yang tercela. Maka apabila seorang hamba telah bersuni dengan dirinya, terhentilah perjalanan indera, dan bangunlah indera batinnya. Maka teruskanlah Dzikrullah dengan hati, sebut Dia (Allah SWT), dan jangan pernah di lepaskan. Maka saat itulah tidak ada lagi yang mampu menguasai batin kecuali Tuhan Yang Esa (Allah SWT). Itulah pintu mujahadah, dan saat itulah terbuka “mata hati” kita. Maka pada saat itulah seorang insan mampu menyaksikan sendiri sesuatu yang rahasia yang selama ini belum pernah ia ketahui.

Rahasia kebatinan ini hanya terdapat dalam perbendaharaan Tuhan, dimana akan sulit dicapai oleh seseorang yang masih terbalut oleh pengaruh perbendaan dunia. Hanya dengan hati seseorang mampu melebur menjadi satu kedalam cahaya keindahan abadi yang tak akan pernah padam.
Ya, hanya dengan itu !!!

Friday, February 12, 2010

Arti Tasauf / Tasawuf

Bismillahi Ar Rahmaani Ar Rahiimi.


Sebelum abad kedua Hijriyah, mulailah terdengar kata-kata "Tasauf".

Menurut penyelidikan yang seksama, ahli kebatinan yang mula-mula sekali digelari orang "shufi" ialah Abu Hasyim dari kaufah yang meninggal dunia pada tahun 150 H (761 M). kehidupan sehari-hari Abu Hasyim memang mencontoh kesederhanaan Nabi Muhammad SAW dan sahabat-sahabatnya, tidak memperdulikan ikatan-ikatan kemegahan dan kemewahan duniawi, yang batasnya tidak ada, kecuali didalam hati itu sendiri.

Banyak pendapat tentang arti dari kalimat tasauf itu. para ahli penyelidik bangsa eropa pun tidak kurang giatnya menyelidiki hal itu, bahkan konon penyelidikan mereka tentang kehidupan tasauf Islam melebihi dari pada penyelidikannya atas cabang-cabang ilmu ke-Islaman yang lain.

Ada yang berkata bahwasannya kalimat tasauf itu diambil pada kata Shafw, artinya bersih, atau shafaa, artinya bersih juga.

Ada juga yang berpendapat bahwasannya kalimat tasauf itu diambil dari kata "shuffah", yaitu suatu kamar disamping masjid Rasulullah SAW di Madinah, yang disediakan buat sahabat-sahabat rasulullah SAW yang miskin, tetapi kuat imannya, yang makan minum mereka ditanggung oleh orang-orang yang mampu dalam kota Madinah. banyaklah sahabat utama yang pernah tinggal di tempat itu, seperti Abu Dardak, Abu Zarr, Abu Hurairah dan lain-lain.

Ada juga pendapat yang mengambil tasauf dari kata "shaff" yang berarti barisan-barisan shaf seketika sembahyang. sebab orang-orang yang kuat imannya dan murni kebatinannya itu, biasanya sembahyang memilih shaf yang pertama.

Ada pula yang mengambil sandaran pada kalimat "shaufanah" yaitu sebangsa buah-buahan kecil berbulu-bulu yang banyak tumbuh di padang pasir tanah Arab, sebab pakaian kaum shufi itu berbulu-bulu sebagaimana buah itu.

Tetapi para peneliti barat seperti Von Harmer mengeluarkan pendapat yang lebih baru. kata mereka, kalimat tasauf itu diambil dari dua kata Yunani, yaitu THEO dan SOFOS. Theo artinya Tuhan, dan Sofos artinya Hikmat, jadi artinya adalah Hikamat ke-Tuhanan (Al Hikamatul Ilahiyah). sebab kata mereka buah pikiran yang telah kitaterangkan panjang lebar diatas tadi, banyak sekali pengaruh filsafat yunani, terutama neo platonisme mempengaruhi jalan pemikiran alam Islami. jadi kalimat itu bukanlah asli bahasa arab, melainkan bahasa yunani yang telah di arabkan.

Tapi sandaran-sandaran ini tidak ada yang mengena sama sekali, sebab kalau sekiranya hendak kita pakai kiasan aturan saraf (tata bahasa) Arab. jika kita katakan shafw, hendaknya penisbahannya dikatakan shafawi, bukan shufi. jika kita ambil dari kata shuffah, maka penisbahannya suffi (dengan tasydid huruf f). lebih-lebih jika kita ambil dari shuffanah, tentu penisbahannya bukan shufi, akan tetapi shufani.

Sekarang, bertambah jauh lagi jika kita ambil dari gabungan kata Theo dan Sofos. sebab sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan yunani dalam kalangan bangsa Arab di saman Al-Ma'mun, Abu Hasyim yang meninggal dunia di tahun 150 H (761 M), telah digelari orang sebagai shufi. adalah Al-Kindi, seorang failasoof yunani, buah tangan dari Plato, Aristoteles dan ajaran Neo platonisme, tentu saja lebih patut digelari shufi (jika sekiranya kata-kata ini diambil dari bahasa yunani. tetapi Abu Hasyim lebih dulu terkenal dengan gelar shufi-nya, dari pada Al-Kindi dengan gelar Failasoof arab-nya.

Kalimat tasauf tetaplah sebagai suatu pengambilan bahasa yang disebut dalam ilmu saraf "bab tafa'ul", yang memfaedahkan bagi shairurah. Tashawwafa, yatashawwafu, tasshawwufan. Tashawwafa'al rajulu (seorang laki-laki telah mentaswwuf, artinya telah berpindah dari kehidupan biasa kedalam kehidupan shufi).

Sebagaimana di dalam tiap-tiap cabang pengetahuan, ahlinya memberi batas (istilah) suatu kata-kata di dalam batasnya yang tentu maka dalam kalangan tasawwuf-pun demikian halnya. kaum shufi telah memberikan beberapa kaidah yang mereka pilih sendiri tentang maksud yang terkandung dalam kalimat tasauf itu.

Basyr bun Al Harits, Al hafi memberi arti tentang tasauf itu:
"Ash-Shufi man shafaa qalbuhu lillahi" (seorang shufi ialah yang telah bersih hatinya, semata-mata hanya karena Allah SWT).
Abu 'Ali Al-Ruzbari, berkata; "seorang shufi ialah yang memakai kain shuf untuk membersihkan jiwa, memberi makan hawanya dengan kepahitan, meletakkan dunia dibawah tempat duduknya, dan berjalan (suluk) menurut contoh Rasulullah SAW"
Shal bin 'Abdullah Al-Turturi, berkata: "orang shufi ialah yang bersih dari pada kekeruhan, penuh dengan fikiran, putus dengan maunsia karena menuju Allah SWT, dan sama baginya harga emas dengan harga pasir".
Ma'ruf Al-karakhi, berkata: "tasawwuf ialah mengambil hakikat, dan putus asa dari apa yang ada dalam tangan sesama makhluk".
Abu Muhammad Al-Jurairai, berkata: "tasauf ialah masuk kedalam budi menurut contoh yang diwariskan oleh Rasulullah SAW dan keluar dari budi yang rendah".
Ruaim, berkata: "tasauf ditegakkan atas tiga perangai. berpegang teguh pada kefakiran, membuktikan kesanggupan berkurban dan meniadakan diri, meninggalkan banyak kepentingan dan banyak pilihan".
Junaid, berkata: "tasauf ialah ingat kepada Allah SWT walaupun dalam beramai-ramai, rindu kepada Allah SWT dan sudi mendengarkan, dan beramai dalam lingkungan mengikuti contoh yang telah diwariskan Raslullah SAW".

Alangkah jauhnya simpang jalan yang kita pilih dengan yang mereka ilih. kita hendak mengupasnya dari segi ilmu pengetahuan, mencari asal usul pengambilan bahasa yang mereka pakai, sandaran logatnya. tetapi bagi mereka bukanlah itu yang penting. tasauf memanglah begitu keadaannya. dia lebih banyak bergantung kepada perasaan, kepada Zauq. dan memang begitulah umumnya perasaan itu, dapat dirasakan dengan halus, tetapi tidak dapat dipegang barangnya dan tidak dapat ditentukan tempatnya. dalam segala ta'rif atau definisi yang mereka kemukakan, adalah penuh perasaan yang tinggi, penuh keindahan dan budi. penuh rasa ni'mat yang dialami jiwa karena Fanaa, atau lenyapnya diri sendiri dari yang lain dan tenggelam pada sebuah rasa yang berdekatan dengan Tuhan.

Dan sebagai kesimpulan dari semau itu, Al-Junaid, yang terhitung sebagai salah seorang imam besar dalam hal tasauf mengemukakan lagi arti tasauf. "tasauf ialah membersihkan hati dari apa yang mengganggu perasaan kebanyakan makhluk, berjuang menanggalkan kelemahan pengaruh budi asal kita (insting), memadamkan sifat-sifat kelemahan kita sebagai manusia, menjauhi segala seruan dari hawa nafsu, mendekati sifat-sifat suci kerohanian, dan bergantung kepada ilmu-ilmu hakikat, memakai barang yang penting dan terlebih kekal, menaburkan nasehat kepada sesama umat manusia, memegang teguh janji dengan allah SWT dalam hal hakikat, dan mengikuti contoh Rasulullah SAW dalam hal syari'at".

Saturday, January 30, 2010

Bila waktu telah berakhir (Opick)

Bagaimana kau merasa bangga
Akan dunia yang sementara
Bagaimanakah bila semua hilang dan pergi
Meninggalkan dirimu

Bagaimanakah bila saatnya
Waktu terhenti tak kau sadari
Masikah ada jalan bagimu untuk kembali
Mengulangkan masa lalu

Dunia dipenuhi dengan hiasan
Semua dan segala yang ada akan
Kembali padaNya

Bila waktu tlah memanggil
Teman sejati hanyalah amal
Bila waktu telah terhenti
Teman sejati tingallah sepi


Download video klipnya disini

Semoga bermanfaat, Amin

Monday, January 25, 2010

Sekilas tentang percintaan yang ajaib (Syams ad diin dan Rumi)


Tidak banyak yang diketahui dari Syams al-Dien. ia muncul dengan tiba-tiba sebagai seorang darwis (guru spiritual pengelana). ia tiba di Konya -tempat tinggal Rumi- dari kota Tabriz pada sekitar bulan Oktober 1244. ia menginap di penginapan seorang saudagar gula.

Secara kebetulan (lebih tepatnya atas kehendak Allah SWT) Rumi bersama beberap orang terpelajar, mengendarai kudanya sehabis mengajar melewatirumah saudagar gula itu. tiba-tiba, muncul Syams al-Dien memegang kendali kuda Rumi dasn memunculkan sebuah pertanyaan. tak disangka, pertanyaan itu begitu membuat Rumi terkesima hingga mulai saat itu Rumi tidak bisa lepas dari Syams al-Dien. selama tiga bulan mereka mengasingkan diri dari keramaian, siang dan malam. dalam merasakan manisnya pertemuan itu, tiada seorangpun yang melihat keduanya. orang-orang tak pernah mengganggu kebebasan dua orang tersebut.

Para sahabat dan murid-murid Rumi merasa malu melihat guru mereka yang bijaksana bisa terserap dalam diri darwis aneh itu. namun Rumi sendiri merasa telah menemukan "seorang" kekasih sempurna, orang yang di dalam hati dan dirinya mencerminkan cahaya ilahi dengan sempurna. perasaan itu saja tak cukup bagi Rumi. ia menjadi tergila-gila pada Syams. keasyikan dengan Syams itu membuat ia berjarak dengan murid-muridnya. hingga para mmurid dan pengikutnya cemburu dan benci melihat pribadi, perilaku serta kehidupan Syams.

Tidak lama setelah merayakan pertemuan itu, Syams al-Dien tiba-tiba menghilang, kepergian Syams membuat Rumi kesepian dan putus asa. hilangnya Syams al-Dien menimbulkan kerinduan dalam jiwanya dan memicu Rumi untuk menggubah hasrat kerinduannya menjadi beberapa lirik puisi Persia. ia lagukan lirik itu sambil mengharap kembalinya Syams al-Dien.

Akhirnya Rumi mengetahui bahwa Syams al-Dien pergi ke Damaskus, lalu ia mengutus putra tertuanya, Sultan Walad untuk mengajak Syams al-Dien kembali ke Konya. dan sesampainyadi Konya, Syams al-Dien menempati rumah Maulan dan menikahi gadis muda pelayan rumah. dia menetap disana hingga tahun 1248, sebelum akhirnya menghilang sekali lagi dan tidak pernah ditemukan kembali.

Aflaki -salah seorang penulis awal biografi Rumi- melontarkan tuduhan pada anak kedua Rumi, bahwa ia lah sesungguhnya yang membunuh Syams al-Dien. dan beberapa peneliti kehidupan Rumi mempercayai kebenaran tuduhan itu. sedang bagi Rumi, perpisahan itulah yang justru mengejutkannya. ia memutuskan untuk pergi sendiri ke kota-kota dimana ia kira Syams al-Dien berada. ia pergi ke satu atau dua kota, untuk mencari sahabatnya itu. namun tiada bertemu jua, hingga akhirnya ia pasrah.

Dan dalam kepasrahannya itu ia berkata "aku tidak akan mencari lagi. aku akan mencari diriku sendiri. sebab, segala yang ada dalam diri Syams al-Dien, juga ada dalam diriku".

Ya, Syams al-Dien -Sang Guru Spiritual itu- telah mengantarkan Rumi menemukan kediriannya. Rumi telah menjadi Matahari karena pancaran matahari dari Tabriz.

Saturday, January 16, 2010

Tafakur, melampaui segala tahap kebaikan


Kita mungkin sering membaca ayat Al-Qur’an yang berbunyi “afalaa tatafakkaruun” (tidakkah kalian berfikir?), disini kita diperintahkan untuk terus berfikir akan segala kekuasaan, kebesaran, keagungan Allah SWT, dan yang lebih penting lagi yaitu selalu ingat pada-Nya. Mengingat Allah SWT berarti kita telah ingat pada pusat segala kebaikan, kebaikan-kebaikan yang lain seperti ikhlas, tawadlu’, tawakal dan segala kebaikan lainnya akan secara otomatis mengikutinya. Kita ambil saja contoh saat kita dihadapkan pada suatu masalah dan kita ingat akan Allah SWT, pastinya kita berfikir bahwa segala sesuatu datang dari Allah SWT (apapun itu). Mampu atau tidak mampu kita mengatasinya, itupun karena Allah SWT. Bersyukur untuk kemampuan kita, dan kita kembalikan pada-Nya pula untuk ketidakmampuan kita. Dari sini bukankah kita (mungkin secara tanpa sadar) sudah melampaui keikhlasan? Bukankah tawakal juga sudah kita lakukan?

Mengingat Allah SWT, berarti kita juga merasakan keberadaan Allah SWT yang senantiasa mengawasi kita, dengan begitu kita juga terjauhkan dari segala keburukan-keburukan. Ibaratnya, bagaimana mungkin seorang pembantu mencuri sesuatu didepan tuannya.

Berfikir akan keagungan dan kebesaran-Nya, menjadikan kita kerdil dihadapan-Nya, berfikir akan kekuasaan-Nya, menjadikan kita lemah dihadapan-Nya, berfikir akan kemuliaan-Nya, menjadikan kita hina dihadapan-Nya. Jadi, jika kerendahan hati (tawadlu’) adalah guru dari para guru kebaikan (Jalaludin Al-Rumi), maka tafakur adalah guru dari kerendahan hati itu. Jika kerendahan hati adalah pintu yang tak terkunci untuk menuju pada kebaikan, maka tafakur ilallah adalah tangga menuju pintu itu. Dengan tafakur pula lah kita akan merasakan bahwa Allah SWT hadir dalam setiap gerak, hadir dalam setiap perkataan, hadir dalam segala pemikiran, dan hadir dalam diri kita.

Sekarang mari kita simak baik-baik, kita semua pastilah sudah tahu bahwa kita lahir karena cinta kita pada Allah SWT, jiwa (ruh) telah bersumpah untuk setia hanya pada-Nya, lantas masuklah jiwa itu kedalam jasad dan hiduplah kita. Bagaimana bisa kita tidak memikirkan-Nya? Ambil saja contoh sepasang dua sejoli yang saling mencintai, dengan adanya rasa cinta dalam diri mereka tidak akan mungkin jika tidak memikirkan orang yang dicintainya. Disetiap langkah selalu terlintas bayangan sang kekasih, bahkan segala pikiran telah terpenuhi oleh sang kekasih. Lantas bagaimana antara kita dengan Allah SWT yang sejatinya adalah kekasih yang sejati? Begitu mudahkah kita melupakan-Nya dalam setiap gerak dan pikiran kita?

Wednesday, January 13, 2010

Islam bukan ajaran yang "Dangkal"


Ajaran Islam yang mudah dicerna, masuk akal dan rasional, agaknya pas jika diberikan pada mereka yang masih awam pada Islam, atau tepatnya para muallaf. Namun, cukup disitukah kita akan berhenti memahami Islam? Untuk seseorang yang memang sudah benar-benar berhati Islam, sudah sepatutnya menapaki tahap yang lebih mendalam lagi, tahap untuk memasuki dimensi yang tak bertepi dimana akal sudah tak mampu menjangkau lagi.

Mungkin banyak orang diantara kita sepakat bahkan mati-matian membela pendapat mereka yang tak lebih dari sekedar generalisasi yang terburu-buru, yang punya akar historis dan implikasi ke depan yang panjang. It’s ok..Tapi untuk mengatakan bahwa semua ajaran Islam adalah ajaran yang rasional, tunggu dulu.

Medan (dimensi) akal adalah otak. Sedangkan dalam Islam bukan hanya menyantuni akal pikiran atau otak, melainkan hal yang lebih penting lagi yaitu “hati” (batin/qalbu). Justru inilah yang sebenarnya merupakan esensi dan misi Islam, menyantuni dan mengisi kekayaan hati (ruhani) yang tak bertepi, tak beralas, dan tak berlangit. Sebagian orang bisa saja merasionalisasikan atau mengakal-akali puasa dengan mengatakan bahwa “puasa akan membuat kita menjadi sehat” (ini hanya sekedar contoh) padahal sejatinya puasa akan (mudah-mudahan) membuat kita lebih bertakwa, lantas apakah itu takwa? Hal inilah yang hanya bisa dipahami dan dihayati secara batiniah, takwa tak bisa dirumuskan persis oleh rasio (akal). Sedangkan berbicara soal ruhaniah (batin), kita sudah masuk dalam dimensi dimana akal tak selalu bisa, bahkan (sering) tak pernah bisa menjangkaunya (mengintervensinya). Jangkauan rasio (akal) terhadap medan ruhaniah (hati) hanyalah akan mengakibatkan rasionalisasi terhadap ajaran-ajaran agama, ajaran agama diperas agar masuk akal. Jika kita terus berpegang pada hal yang demikian dan tak mau lagi mengembara ke dalam hal-hal yang lebih jauh lagi, maka ajaran agama praktis akan menjadi sebuah ajaran yang dangkal. Akibat yang lebih parah lagi adalah pendangkalan spiritual agama, ia menjadi kering dan aus.

Akal memang telah menghasilkan sains. Menurut pengalaman di jaman modern ini membuktikan bahwa rasio dan sains memang membawa manusia kearah hidup yang lebih comfortable. Tapi apakah keduanya berhasil membuat hidup lebih bermakna? Tak perlu argumentasi yang panjang untuk menjawab pertanyaan ini, cukup dengan menunjukkn fenomena kebangkitan agama di Barat dan Timur, yang disebabkan oleh gelombang kekuatan dari para pencari makna kehidupan, what’s the meaning of live.

Lantas apakah yang dicari orang-orang barat di dalam Islam? Banyak intelektual barat yang beralih agama ke Islam justru tertarik dengan kekayaan ruhaniah Islam, terutama tasawuf. Dan apakah tasawuf dapat dirasionalkan? Jawaban mereka “Absolutely not, and it’s not necessary”. Walhasil, sufisme dan tarekat-tarekat tumbuh subur termasuk di belantara beton Manhattan, lengkap dengan “sufi book store”.

Singkatnya, argumentasi bahwa Islam adalah ajaran yang rasional merupakan upaya yang bertolak dari suatu kesadaran atau sedikitnya berada diambang kesadaran untuk melakukan konfirmasi, kecocokan dengan dunia barat yang serba rasional. Banyak tokoh-tokoh sanjungan agama (yang diklaim sebagai modernis) ini gagal memberikan jawaban yang tuntas terhadap nestapa kaum muslimin.

Singkatnya lagi, slogan yang lebih mengena kepada diri seorang yang Islam adalah “kembali pada kekayaan hati (batin Islam)”. Ini (setidak-tidaknya) bisa diawali dan dilakukan tanpa harus mengesampingkan penggunaan akal, namun jika kita tetap berdiri pada rasionalitas (lebih tepatnya berhenti pada apa yang hanya mampu tertangkap oleh akal), maka keyakinan kita tak akan punya masa depan. Jika Islam ingin berperan lebih positif ditengah hingar bingar modernisasi, itu justru disebabkan oleh warisan spiritualnya, yang tidak lain adalah pengembaraan “hati”.

Monday, January 11, 2010

HAKIKAT PERJALANAN


Perjalanan adalah metafora. hidup, seperti sering dikatakan orang adalah perjalanan, pengembaraan dari sau titik menuju titik akhir. pada tingkat individual, hidup adalah perjalanan fidik semenjak kelahiran sampai kematian. perjalanan ini masih berlanjut pada perjalanan di alam barzah menuju keabadian.

Nabi Muhammad SAW, tidak terkecuali, adalah pengembara. tapi berbeda dengan kebanyakan manusia biasa, Nabi Muhammad mengembara di sepanjang jalan yang benar (al-shirath al mustaqim), menapaki jalan atas panduan Tuhan. setidaknya terdapat tiga perjalanan nabi Muhammad SAW yang sangat pentung dan paradigmatik bagi kaum muslimin.

Perjalanan pertama nabi Muhammad SAW adalah Isra' Mi'raj. sepanjang peristiwa Isra', Nabi muhammad SAW berjalan atau "diperjalankan" dari masjid Al-Haram di Mekah menuju masjid Al-Aqsa di yerussalem. selanjutnya, dari sana Nabi melakukan Mi'raj ke singgasana Tuhan. dilihat dari apa yang dialaminya sepanjang perjalanan, Isra' mi'raj jelas merupakan perjalanan untuk menempuh perjalanan di dunia lain bagi Nabi Muhammad. riwayat-riwayat diseputar perjalanan Nabi ini menyatakan bahwa di masjid Al-Aqsa beliau ditemani oleh Nabi-Nabi terdahulu, mereka bahkan meminta Nabi Muhammad SAW untuk mengimami mereka dalam mengerjakan shalat.

Selanjutnya, ketika Mi'raj, malaikat jibril memperlihatkan kepada Nabi Muhammad berbagai lapis langit. Beliau bertemu dengan Rasul-Rasul terdahulu, sekaligus menyaksikan mereka yang dikutuk Tuhan ke dalam tempat yang penuh kesengsaraan. banyak kaum muslimin percaya bahwa Isra' Mi'raj melibatkan perpindahan Nabi Muhammad SAW secara fisik. namun, ada juga tradisi interpretasi non-literalistik yang berpendapat bahwa Isra' Mi'raj merupakan pengalaman spiritual dan batin. tetapi, jika dipahami sebagai konsep generik, Mi'raj memberikan metafora bagi penjelasan-penjelasan tentang dinamika pertumbuhan spiritual seseorang. dalam pandangan jalaludin rumi, sekedar berbicara dan bertindak adalah jalan penuh debu dari perjalanan zahir (jasmaniah) seseorang, sedangkan perjalanan batiin membawa ruh melintasi langit menuju kesempurnaan spiritual.

Mempertimbangkan hal ini, tidak heran kalau perjalanan Isra' Mi'raj Nabi menjadi model bagi banyak aspirandan peminat dalam perjalanan dan kesempurnaan ruhani. Abu Yazid Al-Bistami, misalnya, menyatakan bahwa perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam mencapai kedekatan dengan Tuhan merupakan teladan paling sempurna dari perkembangan dan kemajuan ruhaniah.

Perjalanan kedua Nabi Muhammad adalah "hijrah" atau pindah dari Mekah ke Madinah pada 622 M. perjalanan ini menandai bermulanya sejarah kaum muslimin. tetapi lebih dari itu, perjalanan ini telah menjadi metafora persyaratan fundamental bagi setiap kaum muslim dalam hubungannya dengan dunia dan sekitar mereka. secara simbolis, mereka harus bersedia meniggalkan kediaman mereka, mendengarkan panggilan Tuhan guna membangun sebuah masyarakat yang adil, menempuh resiko dalam menghadapi dan memerangi kepercayaan dan kebudayaan pagan demi kepentingan sebuah keimanan kepada Tuhan. dengan demikian, hijrah semula merupakan metafora dari perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain yang lebih memungkinkan bagi tercapainya tujuan-tujuan untuk menegakkan nilai-nilai Islam.

Dalam perkembangan lebih lanjut, hijrah juga dapat berarti sejumlah tindakan yang tidak selalu berupa perpindahan fisik. hijrah, misalnya, juga merupakan metafora dari perpindahan nilai yang dilakukan seseorang termasuk penganut muslim sekalipun, seperti meninggalkan nilai-nilai yang tidak disukai Tuhan, untuk kemudian sepenuhnya masuk kedalam Islam. dalam konteks terakhir ini, lagi-lagi perjalanan hijrah merupakan transformasi spiritual, yang jika ditingatkan intensitasnya akan membuat seseorang bisa mencapai kesempurnaan ruhaniahnya.

Banyak pemikir Islam kontemporer mengartikan hijrah dalam makna terakhir ini. Al-Maududi, misalnya, memandang hijrah sebagai perpindahan seorang muslim dari nilai-nilai jahiliyah modern kepada tatanan Islami (Nizham al-Islami). sedangkan Ayatullah khomeini memahami hijrah sebagai perjalanan ruhani yang melibatkan perjuangan melawan kecenderungan setiap orang untuk mementingkan dirinya sendiri.

Perjalanan ketiga nabi Muhammad SAW yang penuh makna simbolis adalah perjalanan ibadah haji (hajj wada') dari madinah ke Mekah menjelang akhir hayatnya. dalam perspektif religio-politik, perjalanan ini merupakan pernyataan tentang penguasaan kaum muslimin atas tempat suci Mekah. tetapi lebih dari itu, perjalanan haji ini mempunyai implikasi spiritual simbolis, perjalanan ini adalah kembali kepada pusat kesucian yang terbentuk sejak masa Nabi Ibrahim as. karena itulah, kaum muslimin yang mengikuti jejak langkah Nabi Muhammad SAW mengadakan perjalanan haji ke Mekah tidak sekadar melakukan perjalanan fisik, tetapi juga menggambarkan perjalanan abadi sepanjang kehidupan menuju ke pusat kekudusan keILAHIan.

Perjalanan ibadah haji menuju ka;bah adalah metafora dari "akhir" perjalanan, karena ia adalah titik asal semua ciptaan Tuhan. para penyair muslim sering menyebut ka'bah sebagai harapan dan cinta, atau kebajikan yang dipandang penting dan selalu dicari atau diimpikan orang. Jalaludin Rumi, sekali lagi, menganggap bahwa Ka'bah yang secara fisik di Mekah dan merupakan perpanjangan dari "Ka'bah" yang terdapat di kalbu (hati).

Pada akhirnya, ada baiknya mengutip dari apa yang telah dinyatakan oleh Ibnu Arabi bahwa setiap perjalanan ruhaniah terdiri dari tiga jenis, perjalanan menjauh dari, menuju kepada, dan dalam Tuhan. para pendosa mengalami frustasi dalam perjalanan tnpa akhir, mereka yang beriman tetapi belum sempurna dalam pengetahuan tentang wujud Tuhan,sampai ke titik kehadiran Tuhan, tetapi terhalang hijab untuk menyaksikan-Nya, dan mereka yang terpilih yang pada akhir perjalanannya barhasil menyaksikan Tuhan. ketiga perjalanan Nabi Muhammad SAW adalah perjalanan menuju kepada dan dalam Tuhan.

SubhanALLAHu wal hamduliLLAHi walaa ilaaha illALLAHu waLLAHu akbar, walaa haula walaa quwwata illaa biLLAHi al 'aliyyi al 'adziim...

Di kutip dari buku "MENUJU MASYARAKAT MADANI", Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A

Friday, January 8, 2010

Letto - Sebelum Cahaya



Letto - Sebelum Cahaya

Ku teringat hati
Yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi
Engkau tempuh sendiri
Kuatkanlah hati cinta

Chorus:
Ingatkan engkau kepada
Embun pagi bersahaja
Yang menemanimu sebelum cahaya
Ingatkan engkau kepada
Angin yang berhembus mesra
Yang kan membelaimu cinta

Kekuatan hati yang berpegang janji
Genggamlah tanganku cinta
Ku tak akan pergi meninggalkanmu sendiri
Temani hatimu cinta

Chorus

Ku teringat hati
Yang bertabur mimpi
Kemana kau pergi cinta
Perjalanan sunyi
Engkau tempuh sendiri
Kuatkanlah hati cinta

Chorus


created by Halim Firmansyah

Thursday, January 7, 2010

Keterpaduan rasa dan akal untuk Dunia Baru (RASIONAL RELIGIUS)


Maka, apa yang sekarang dibutuhkan oleh manusia kini.? kebudayaan modern yang sekuler jelas mengalami kebuntuan kemanusiaan. sedang masuk ke dunia mistik, hanya akan sampai pada kegelapan hidup. lalu bagaimana kita bersikap?

Kita tampaknya harus menguatkan rasa kita, namun tidak dengan meninggalkan akal. hati kita haruslah berpadu dengan akal. sebab, tanpa akal kita hanya akan terjebak pada dunia mistik yang berakhir dengan kegelapan. mungkin ada benarnya sebuah kiasan bahwa hati adalah raja dan akal sebagai penasehatnya (hakim). sebab, hati tanpa akal bisa jadi raja yang gelap mata. dan itulah sesungguhnya spiritualitas Qur'ani, yaitu kehidupan yang rasional religius.

Sejalan dengan itu, yang dibutuhkan manusia (umat islan khsususnya) sekarang untuk membangun dunianya agar menjadi lebih baik adalah islam rasional. makna rasional disini tentu tidak sekuler, sebab sekulerisme hanya akan sampai pada kebuntuan kemausiaan. dan dalam hal ini, perlu dikembangkan pemikiran tentang akhlak (tentu juga tidak dalam definisi yang sempit). pemikiran ini merupakan upaya agar umat islam dapat menjawab tantangan-tantangannya dengan jawaban yang bersifat praktis.

Kecenderungan ummat islam (walaupun tak semua), yang hanya senang memperbincangkan hal-hal bersifat teologis dan normatif membuat ummat islam tidak memiliki jawaban-jawaban yang memadai untuk meretas jalan kehidupan modern. karena itu Al-Qur'an sebagai harta ummat islam yang sangat berharga harus senantiasa digali. tidak hanya dengan kajian kitab kuning, namun juga kitab "putih". yaitu menggalinya dengan cara berfikir saintifik. sehingga terwujud sikap ummat islam yang historis, tidak sekedar normatif. dan sikap ideal dari penggalian Al-Qur'an itulah yang merupakan penjabaran penyempurnaan akhlak seperti Sabda Rasulullah SAW:

"Sesungguhnya aku diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak" (HR Bukhari)

Dan karena itu pada akhirnya kita bisa berharap bahwa islam akan benar-benar bisa menjadi rahmatan lil 'aalamiin. sebagai awal penyempurnaan akhlak sosial, dalam dataran individu perlu ditanamkan sifat wara'. sifat yang merupakan salah satu maqamat (tahapan-tahapan) sufi yang mengharuskan berhati-hati agar tetap berada dijalan yang benar dengan melakukan atau memakan barang-barang yang halal saja (yang sudah jelas halalnya). senantiasa menghindari perbuatan atau barang yang syubhat (meragukan), apalagi yang jelas haramnya.

Perilaku ini tentu berpengaruh banyak dalam kehidupan manusia yang ingin mencapai keutamaan. mereka yang senantiasa wara' tentu akan sulit tercebur pada kehidupan yang rendah. tak akan pernah terlibat KKN ataupun tindakan kejahatan lainnya. dan pada mereka yang wara' itulah, rasionalitas religius akan tumbuh. semangat yang akan melambungkan masyarakat pada tatanan dunia baru yang lebih baik. maka dari itu, marilah segera kita tanamkan sifat wara' dalam diri kita dimanapun kita berada dan dalam situasi yang bagaimanapun.

WaLLOHu a'lam bi Ash shawab.